Perbedaan Notaris & PPAT dari definisi, dasar hukum, kode etik, tugas dan wewenang yang terkait

akta27.blogspot.com --- Banyak orang awam yang tak menyadari bahwa profesi Notaris dan PPAT berbeda. Mereka menyamaratakan keduanya, tetapi memang diperbolehkan untuk memegang dua jabatan Notaris dan PPAT sekaligus. Disini akan dijelaskan perbedaan Notaris dan PPAT dari definisi, dasar hukum, kode etik, tugas dan wewenang yang terkait.

Definisi Notaris dan PPAT

Perbedaan Notaris dan PPAT dari definisinya: Dalam pasal 1 angka 1 UUJN disebutkan bahwa definisi Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya. Sedangkan definisi PPAT tercatat dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. P.P.A.T. atau Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Dasar Hukum Notaris dan PPAT

Dasar hukum profesi notaris diatur dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris. Dasar pengangkatan sebagai Notaris melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tertanggal 23 Nopember 1998 nomor C-537.HT.03.01-Th.1998 tentang Pengangkatan Notaris. Pengangkatan dan pemberhentian jabatan notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dan sebelum memegang jabatan dan harus disumpah di hadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 2 bulan setelah pengangkatan.

Dasar hukum pengangkatan PPAT sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Surat Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional tertanggal 2 Juni 1998 nomor 8-XI-1998 tentang Pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dan Penunjukan Daerah Kerjanya. PPAT diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan. Dasar hukum PPAT diantaranya UU No. 5 tahun 1960, PP No. 24 tahun 1997, PP No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT (PJPPAT) dan PerKBPN No. 1 tahun 2006.

Kode Etik Notaris dan PPAT

Setelah pengangkatan, berdasarkan Pasal 4 ayat 2 UUJN notaris yang diangkat harus mengucapkan sumpah notaris yang isinya harus menjaga sikap, tingkah laku dan akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab sebagai notaris. Amanah yaitu merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan. Dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun. Menurut Pasal 83 Ayat 1, Kode Etik Notaris ditetapkan oleh Organisasi Notaris. Organisasi yang dimaksud tercantum dalam Pasal 1 Angka 13 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan, yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Kode Etik Notaris yang berlaku berdasarkan Keputusan Kongres Luar Biasa INI tanggal 27 Januari 2005 di Bandung. Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris menyebutkan “Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.”

Sedangkan, Kode Etik PPAT ada dalam peraturan lebih lanjut yaitu Pasal 28 ayat (2) huruf c Perka BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Yang berwenang mengangkat dan memberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya jika melanggar kode etik profesi adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional. Kode etik profesi PPAT disusun oleh Organisasi PPAT dan/atau PPAT Sementara dan ditetapkan oleh Kepala BPN yang berlaku secara nasional (Pasal 69 Perka BPN 1/2006). Organisasi PPAT yang dimaksud saat ini adalah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT). Kode Etik Profesi PPAT yang berlaku saat ini yaitu hasil keputusan Kongres IV IPPAT 31 Agustus – 1 September 2007. Pasal 1 angka 2 Kode Etik Profesi PPAT menyebutkan “Kode Etik PPAT dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan berdasarkan keputusan kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan IPPAT dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT, termasuk di dalamnya para PPAT Pengganti.” Yang berwenang melakukan pengawasan dan penindakan kode etik PPAT ada pada Majelis Kehormatan yang terdiri dari Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Kehormatan Pusat.

Tugas dan Wewenang Notaris dan PPAT

Tugas dan Wewenang Notaris ialah membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Disebutkan pula bahwa notaris berwenang dalam:

  • mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  • membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  • membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
  • melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
  • memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
  • membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
  • membuat akta risalah lelang.


Sedangkan tugas dan kewenangan PPAT tercantum dalam pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

Perbuatan hukum yang dimaksud adalah:

  • Jual beli;
  • Tukar menukar;
  • Hibah;
  • Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
  • Pembagian hak bersama;
  • Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
  • Pemberian Hak Tanggungan;
  • Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.


Cara kerja Notaris & PPAT

Perbedaan PPAT dan Notaris dari cara kerjanya: Cara Lingkup kerja PPAT hanya per wilayah atau per kota, sedangkan notaris berwenang membuat akta selama perbuatan hukum yang dilakukan ada dalam wilayah kerjanya (lebih luas se-propinsi).

Kebaikan Sejati bukan dari apa yang nampak Engkau berikan tapi dari Keihklasan dan Ketulusan yang bersumber dari Hati yang terdalam. Sekalipun Engkau tidak dinilai oleh Penduduk Bumi biarkan Penduduk Langit yang mencatatkan semuanya.

Contact Us

HandPhone :

081-338-999-229

Address :


Lumajang

Email :

ariefppatlumajang@gmail.com